Waktu di Bogor dulu, jalan pagi di hari Minggu menjadi kebiasaan keluarga kami untuk mencari sarapan. Biasanya kami ke Taman Kencana karena banyak pilihan. Chika dan Caca bisa main gelembung sabun, naik kuda atau sekedar berlarian di taman. Kami bisa sarapan menu Jawa Timur (rawon), Jawa Tengah (sego pecel), Jawa Barat (batagor, siomay, lontong sayur) atau kebarat-baratan (poffertjes). Juga bisa nostalgia melahap mie ayam FKH yang nyempil di pagar bekas kampus kami. Kalau mau menikmati panasnya bubur lemukut, kami tinggal menyeberang Jl Salak ke RM Makaroni Panggang. Kadang-kadang kami jalan pagi ke Lapangan Sempur. Setelah basa-basi berlari beberapa putaran biasanya kami nongkrong di tenda Mas Ando untuk melahap dimsum yang lekoh dan ceker eyem yang empuk abis. Kalau sedang pengin sarapan bubur, kami menyisir Jl Pajajaran untuk menikmati bubur ayam Tirsa lengkap dengan pangsit goreng, sate usus, jantung-hati, dan rempelo goreng. Kalau malas jalan jauh, kami merangkak ke Indraprasta II untuk dapat semangkuk bubur manado.
Mumpung musim panas dan cuaca cerah di Geelong, hari Minggu ini kami jalan pagi. Keluar dari rumah, kami berjalan sepanjang Boundary Rd ke arah AAHL, trus belok kiri di Ryrie St. Begitu masuk ke Eastern Park, Caca langsung lari dan baru berhenti di tengah lapangan bola tempat saya biasa bermain sepak bola dengan teman-teman di Lab. Kami sempat mampir ke East Geelong Golf Club sekedar untuk tahu fee dan melihat fasilitasnya, karena Mas Tono pengin main golf disini. Caca semangat banget mau jadi guide buat Pak Dhe-nya dari Solo yang hobby main golf. Caca pikir padang golf ini sama dengan mini golf tempat dia biasa main, ha… ha. Eniwei, Chika dan Caca sempat ‘lomba lari’ di sepanjang jogging trek di Eastern Park, sebelum Chika berhenti karena ankle-nya sakit. Pelan-pelan kami terus berjalan di sepanjang pantai kearah Eastern Beach. Begitu sampai di play ground, Chika langsung berlompatan dari monkey bar ke flying fox, dari plorotan ke ayunan. Baru aku tahu ternyata play ground merupakan obat mujarab untuk anak-anak, apapun sakitnya.
Setelah anak-anak puas bermain di play ground, kami pulang. Kali ini kami pilih rute berbeda - berjalan di sepanjang Garden St. Ketika menunggu lampu merah di perempatan Ryrie St., kami bertemu M. Stokes – pemain footy di klub favorit kami Geelong Cats. Chika heboh banget ketemu Stokes. Masih primary school aja heboh begitu, apalagi nanti kalo udah high school... Mati aku! Eniwei, alasan kami pilih rute Garden St adalah Brumby’s Bakery – toko roti di perempatan Garden St & Myers St. Caca pilih Toffee Scroll, Chika ambil Apple Scroll, Novy dan saya kebagian Classic Garlic bread. Tidak ada bubur ayam & lontong sayur, scroll & garlic bread-pun jadilah, uhuk...uhuk. Baik di Bogor maupun di Geelong, jalan pagi ternyata menjadi cara sehat untuk cari sarapan.
Sunday, February 22, 2009
Saturday, February 14, 2009
Bushfire
Innaa lillahi wa innaa illaihi raaji’uun. Sesungguhnya kami adalah milik Alloh dan kami akan kembali kepada-Nya.
Marysville dilahap si jago merah. Seluruh kota menjadi arang, semuanya terlihat hitam. Black Saturday atau sabtu kelam. Itulah kira-kira yang digambarkan oleh berita di televisi dan surat kabar di seluruh Victoria dan Australia. Sabtu 7 February, suhu udara di wilayah Victoria luar biasa panasnya 45-47 derajat Celcius disertai angina kencang dari arah utara telah memicu terjadinya kebakaran terbesar dalam sejarah Australia. Kota- kota yang cantik menjadi hitam kelabu.
Sedih, sedih, dan sedih…. Tidak percaya melihat gambar Marysville yang benar-benar menghitam, hanya tinggal 12 rumah yang masih berdiri. Marysville sebuah kota kecil yang sangat cantik, terletak di sebelah timur laut Melbourne, tiga jam perjalanan dari Geelong. Seperti seorang gadis kecil yang sangat cantik, polos, tanpa polesan..., itulah kesan pertama ketika kami berkunjung kesana pada musim dingin dua tahun lalu. Kesan indah yang membuat saya ingin kembali ke kota ini. Kecantikannya yang sangat alami membuat setiap orang ingin sekali mengenalnya lebih dalam. Tetapi kini… Marysville seakan terhapus dari peta.
Air mata begitu deras mengalir di antara puing-puing rumah yang menghitam. 45 nyawa telah menjadi korban keganasan si jago merah di Marysville. Marysville hanyalah salah satu kota yang menjadi korban ganasnya si jago merah di Victoria tahun ini. Kota-kota indah lainnya, seperti Kinglake, Strathewen, Humevale, St. Andrews, Steels Creek, Flowerdale & Narbethong juga mengalami nasib serupa dengan Marysville. Tercatat tidak kurang dari 219 nyawa melayang, dan dikabarkan masih ada sekitar 30 orang dinyatakan hilang (termasuk 2 warga Indonesia yang sedang berlibur di kawasan tersebut). Belum lagi ribuan satwa dan hewan peliharaanpun menjadi korban amukan api yang sangat sulit dikendalikan ini.
Bantuan kemanusiaan pun mengalir dari dalam maupun luar negeri. Pemerintah Australia dan seluruh lapisan masyarakat dengan penuh empati berusaha sekuat tenaga meringankan beban fisik dan psikis para korban. Tidak ketinggalan juga Chika dan Caca, mereka ikut mendonasikan gold coin yang diambil dari money box nya sendiri. Hanya 1-2 dollar, tetapi mereka belajar untuk berbagi dan merasakan kesedihan teman-temannya yang kehilangan mainan, buku-buku, bangku belajar, bahkan gedung sekolahnya.

Photo kota Marysville sebelum bushfire, didownload dari www.triplem.com.au

Salah satu pojok Marysville sebelum bushfire, photo didownload dari www.redbubble.com
Marysville Primary School setelah bushfire, photo didownload dari www.abc.com.au
Marysville dilahap si jago merah. Seluruh kota menjadi arang, semuanya terlihat hitam. Black Saturday atau sabtu kelam. Itulah kira-kira yang digambarkan oleh berita di televisi dan surat kabar di seluruh Victoria dan Australia. Sabtu 7 February, suhu udara di wilayah Victoria luar biasa panasnya 45-47 derajat Celcius disertai angina kencang dari arah utara telah memicu terjadinya kebakaran terbesar dalam sejarah Australia. Kota- kota yang cantik menjadi hitam kelabu.
Sedih, sedih, dan sedih…. Tidak percaya melihat gambar Marysville yang benar-benar menghitam, hanya tinggal 12 rumah yang masih berdiri. Marysville sebuah kota kecil yang sangat cantik, terletak di sebelah timur laut Melbourne, tiga jam perjalanan dari Geelong. Seperti seorang gadis kecil yang sangat cantik, polos, tanpa polesan..., itulah kesan pertama ketika kami berkunjung kesana pada musim dingin dua tahun lalu. Kesan indah yang membuat saya ingin kembali ke kota ini. Kecantikannya yang sangat alami membuat setiap orang ingin sekali mengenalnya lebih dalam. Tetapi kini… Marysville seakan terhapus dari peta.
Air mata begitu deras mengalir di antara puing-puing rumah yang menghitam. 45 nyawa telah menjadi korban keganasan si jago merah di Marysville. Marysville hanyalah salah satu kota yang menjadi korban ganasnya si jago merah di Victoria tahun ini. Kota-kota indah lainnya, seperti Kinglake, Strathewen, Humevale, St. Andrews, Steels Creek, Flowerdale & Narbethong juga mengalami nasib serupa dengan Marysville. Tercatat tidak kurang dari 219 nyawa melayang, dan dikabarkan masih ada sekitar 30 orang dinyatakan hilang (termasuk 2 warga Indonesia yang sedang berlibur di kawasan tersebut). Belum lagi ribuan satwa dan hewan peliharaanpun menjadi korban amukan api yang sangat sulit dikendalikan ini.
Bantuan kemanusiaan pun mengalir dari dalam maupun luar negeri. Pemerintah Australia dan seluruh lapisan masyarakat dengan penuh empati berusaha sekuat tenaga meringankan beban fisik dan psikis para korban. Tidak ketinggalan juga Chika dan Caca, mereka ikut mendonasikan gold coin yang diambil dari money box nya sendiri. Hanya 1-2 dollar, tetapi mereka belajar untuk berbagi dan merasakan kesedihan teman-temannya yang kehilangan mainan, buku-buku, bangku belajar, bahkan gedung sekolahnya.

Photo kota Marysville sebelum bushfire, didownload dari www.triplem.com.au

Salah satu pojok Marysville sebelum bushfire, photo didownload dari www.redbubble.com

Marysville Primary School setelah bushfire, photo didownload dari www.abc.com.au
Subscribe to:
Posts (Atom)