Gema takbir, tahlil dan tahmid mengagungkan nama Illahi berkumandang di langit Geelong sejak tadi malam. Pagi ini cuaca cerah suhu 12 derajad Celcius, cukup nyaman untuk berangkat sholat Id ke masjid di Bostock Avenue, Manifold Heights. Berjarak 15 menit dari rumah kami, satu-satunya masjid di Geelong ini menjadi hub bagi kaum muslimin di Geelong dan sekitarnya. Di sini kami bisa silahturahmi dengan saudara-saudara muslim dari Indonesia, Malaysia dan Singapura yang tidak seberapa jumlahnya. Sebagian besar jemaah adalah migran dari Turki dan beberapa negara Timur Tengah lainnya. Yang unik, masjid ini merupakan bekas gereja. Bentuk gereja yang dibangun pada tahun 1839 masih dipertahankan seperti aslinya. Hanya interiornya yang berubah: ruang ganti (sakristi) diubah menjadi tempat untuk mengambil air wudlu. Fungsinya sama, untuk persiapan ibadah. Bangku gereja diganti karpet untuk bersujud memohon ampun kepada Illahi. Altar disulap menjadi mimbar, hanya letaknya agak berubah karena disesuaikan dengan arah kiblat. Masih di Bostock Avenue, sekitar 50 meter dari Masjid Geelong ada sebuah gereja yang masih berfungsi. Subhanallah … sebuah kerukunan hidup beragama yang sangat indah. Seindah Islam yang digambarkan Habiburrahman El Shirazy dalam Ayat-Ayat Cinta - novel pembangun jiwa yang menjadi best seller di tanah air. Kalau kita bisa memahami keindahan Islam seperti yang digambarkan Kang Habib atau yang dilakukan christian community di Bostock Avenue, mungkin Bom Bali, tragedi di Mumbai India, atau kerusuhan antar agama di Nigeria yang baru saja merengut ratusan jiwa tak berdosa, tidak perlu terjadi. Wallahu alam.
Anyway, selepas sholad Id, kami segera bertebaran di muka bumi. Chika dan Caca berangkat ke sekolah, saya ke Laboratorium, dan Novy ke Diversitat. Diversitat adalah community centre di Clarence Street, West Geelong dimana Novy belajar bahasa Inggris bersama migran dari Rusia, Ukraina, Kazakhstan, Italia, Jerman, Jepang, Cina, Iran, Srilangka dan Thailand. Karena hari ini merupakan hari terakhir, aktivitas pelajaran/diskusi diganti dengan Christmas party. Masing-masing orang membawa makanan khas negara asalnya. Novy membuat nasi kuning lengkap dengan ayam goreng, dadar telur, perkedel, mentimum, dan kering kentang …tanpa tempe. Karena tempe susah didapat dan harganya mahal ($20 per kilo), lebih mahal dari rump steak kualitas premium.
Christmas party di Diversitat merupakan awal dari rangkaian panjang festive season di Bulan Desember, termasuk di sekolah Chika & Caca, dan yang paling banyak di Lab tempat saya melakukan riset. Intensitas kerja di Lab juga agak berkurang, hampir seperti suasana bulan puasa di tanah air. Bedanya kalau ramadhan di tanah air sangat kental dengan kegiatan ibadah: puasa, sholat tarawih dan tadarus. Bulan Desember di Aussie identik dengan pesta. Judulnya masih Christmas parties, tetapi lebih kental suasana pestanya dan hampir tanpa sentuhan keagamaan. Paling tidak disetiap Christmas parties yang kami ikuti, tidak pernah ada ritual doa atau khotbah. Saya jadi ingat pepatah di kampung: desa mawa cara negara mawa tata.
Anyway, selepas sholad Id, kami segera bertebaran di muka bumi. Chika dan Caca berangkat ke sekolah, saya ke Laboratorium, dan Novy ke Diversitat. Diversitat adalah community centre di Clarence Street, West Geelong dimana Novy belajar bahasa Inggris bersama migran dari Rusia, Ukraina, Kazakhstan, Italia, Jerman, Jepang, Cina, Iran, Srilangka dan Thailand. Karena hari ini merupakan hari terakhir, aktivitas pelajaran/diskusi diganti dengan Christmas party. Masing-masing orang membawa makanan khas negara asalnya. Novy membuat nasi kuning lengkap dengan ayam goreng, dadar telur, perkedel, mentimum, dan kering kentang …tanpa tempe. Karena tempe susah didapat dan harganya mahal ($20 per kilo), lebih mahal dari rump steak kualitas premium.
Christmas party di Diversitat merupakan awal dari rangkaian panjang festive season di Bulan Desember, termasuk di sekolah Chika & Caca, dan yang paling banyak di Lab tempat saya melakukan riset. Intensitas kerja di Lab juga agak berkurang, hampir seperti suasana bulan puasa di tanah air. Bedanya kalau ramadhan di tanah air sangat kental dengan kegiatan ibadah: puasa, sholat tarawih dan tadarus. Bulan Desember di Aussie identik dengan pesta. Judulnya masih Christmas parties, tetapi lebih kental suasana pestanya dan hampir tanpa sentuhan keagamaan. Paling tidak disetiap Christmas parties yang kami ikuti, tidak pernah ada ritual doa atau khotbah. Saya jadi ingat pepatah di kampung: desa mawa cara negara mawa tata.
No comments:
Post a Comment