Wednesday, January 13, 2016

Camping in the High Country


It has been a busy year for the four of us. Caca received double awards (Academic Excellence and Outstanding Application), Chika got her first job at Brumby's Bakery, Novy has settled as a high school tutor teacher and Agus has secured an indefinite position as a research scientist at CSIRO. We decided to spend the end-of-year-festive season in Geelong, only hitting the road after the New Year celebrations.

Camping at Ngarigo
We started the journey from Geelong to Wodonga via Princes Freeway and Hume Fwy, then continued driving along the Murray Valley Hwy which was pretty relaxing. The Alpine Way from Kanchoban to Ngarigo campsite was fantastic with dead white gum trees as far as the eye could see. We set up our tents at Ngarigo, which comes from the Aboriginal word meaning tabletop mountain, a beautiful campsite on the banks of Thredbo River. However, due to the pouring rain, we only camped at Ngarigo for two days before moving to a wood cabin upstream in Thredbo, a lovely ski alpine village located next to Thredbo River (1350 meters above sea level). We decided to postpone our climb up Mt Kosciuszko for a couple of days, by which then, the rain had cleared up. Even in the summer, there are many things to do at Thredbo, such as: walking, hiking, fishing, swimming and mountain bike riding.

@Mount Kosciuszko
Finally, after climbing through a cold and misty morning, there we were, standing tall on the rooftop of Australia, and in that moment there was no one higher than us in the country. We had conquered Mount Kosciuszko, Australia's highest mountain. The four of us took in the views that swept 360 degrees from the Victoria High Country to the Monaro plains and across the majestic Main Range, breathing in the fresh alpine air that carried the sweet scent of wildflowers which emblazoned the landscape in a kaleidoscope of colours. Mt Kosciuszko, Kozzie, is Australia's highest mountain standing tall at 2228 meters above sea level. It is one of the world's Seven Summits that see mountaineers venture to its summit as part of their quest to conquer the highest peaks on each of the seven continents. Kozzie was named by Polish geologist Sir Edmund Strzelecki in 1840, in honour of the Polish national hero General Tadeusz Kosciuszko. On the way down the mountain we stopped to have a cuppa at Eagle’s Nest Restaurant, enjoying the views as we sipped our warm coffees and shared a delicious plateful of apple and cinnamon strudel.

@Ferryman's Cafe, Lake Entrance
We took the coastal route on the way back to Geelong, stopping at Cann River to have a cuppa and buy some second-hand books, and at Lakes Entrance to have lunch. The highlight being the fish platter and satisfyingly large caramel milkshake of Ferryman’s Café. It is an amazing feeling that within 24 hours we had eaten in the highest restaurant in Australia and enjoyed lunch on a floating café in the Tasman Sea.

Siberia
Thredbo Diggings
View from Kozzie

Saturday, August 29, 2015

Berburu Salju di Akhir Musim Dingin

Lake Mountain, last week of winter 2015

Karena kesibukan saya di Lab termasuk perjalanan ke tanah air akhir Juli - awal Agustus dan jadwal kegiatan Novy, Chika & Caca di akhir pekan, baru di ujung musim kami sempat bermain salju. Delapan tahun lalu kami juga ke sini, ke Lake Mountain, sebuah alpine resort yang indah yang bisa ditempuh dalam waktu 3 jam dari rumah kami di Geelong.

Banyak perbedaan dari kedua perjalanan ini. Delapan tahun lalu Chika & Caca masih di SD dan TK sehingga persiapan perjalanan cukup ribet. Kami mesti menyiapkan banyak hal untuk anak-anak: baju hangat, bekal makanan-minuman, mainan dan obat-obatan (kawatir Caca mabuk karena perjalanan berliak-liuk melewati pinggiran great dividing range).

Kali ini persiapan perjalanan jauh dari ribet, anak-anak sudah cukup mandiri, tahu apa yang mesti dilakukan dan tahu apa yang mesti ... diminta. Kalau dulu anak-anak cukup senang bermain toboggan dan membuat snow man, sekarang bermain ski adalah pilihan utama. Menemani mereka bermain ski membawa keasyikan tersendiri bagi kami berdua. Keasyikannya adalah memar dan pegal-pegal yang tidak hilang dalam waktu beberapa hari. Sementara kami sudah sangat penat, Chika & Caca tampak masih segar bugar karena mengandalkan kelenturan tubuh hasil latihan balet yang sangat intensif. Kalau tidak karena perut lapar, mereka masih ingin terus bermain di puncak ...

 

Sunday, January 25, 2015

Belajar manjadi ibu untuk kedua gadisku


Ketika mereka hadir ...
mereka sungguh merasa dinantikan
mereka sungguh merasa dicintai
mereka sungguh merasa nyaman dalam dekapan.

Ketika mereka dalam dekapan ...
ada rasa bangga yang sering kusembunyikan
ada rasa khawatir yang kadang terasa berlebihan
ada rasa haru yang sering merasuk kalbu
ada rasa berkelimpahan yang tak terbataskan
ada rasa syukur yang tiada berkesudahan.

Ketika mereka bertumbuh ...
mereka perlu peraturan
mereka perlu panutan
mereka perlu kepiawaian
mereka perlu sanjungan
mereka perlu kepercayaan
mereka perlu tahu arti sebuah ketulusan
mereka perlu tahu bagaimana berhenti sejenak dalam keheningan.

Ketika mereka terus bertumbuh ...
mereka merasa punya peranan
mereka merasa nyaman dalam berbagai macam keadaan
mereka tahu apa yang mereka butuhkan
mereka berani mengambil keputusan
mereka tahu bagaimana menyayang orang
mereka juga sangat tahu peradaban
mereka tahu bagaimana meraih bintang
mereka tahu bagaimana bersujud dalam keheningan.

Ketika gadis kecilku bertumbuh ...
aku tetap terus belajar menjadi ibu
aku tetap terus belajar menjadi ibu yang mencinta
aku tetap terus belajar menjadi ibu yang tulus
aku tetap terus belajar menjadi ibu yang bisa jadi panutan
aku tetap terus belajar menjadi ibu yang hening dalam meraih bintang.

Novy Sunarto, Januari 2015
Puisi ini terinsipirasi setelah membaca buku Ian and Mary Grant: How to bring out the best in your daughter.

Sunday, January 26, 2014

Summer Camp 2013-14

Cruising at 110 km/hour along Hume Freeway from Melbourne to Yass was a good fun, but coastal driving from Sydney to Phillip Island through national parks was liberating.

This summer we drove up east to Canberra and Sydney via inland and took the coastal route to Phillip Islands on the way back to Geelong. Driving through bushes and beaches, dipping in small creeks and swimming in the blue ocean, tasting local fudge in Mogo, cheese in Bega and local fish n chips along the way. Setting up a tent and watching kangaroo grazing from our shelter in the day, barbecue and setting camp fire in the evening and dancing with stars at night. 

Day 1 Geelong to Wee Jasper
Day 3 Wee Jasper to Canberra
Day 5 Canberra to Sydney
Day 7 Sydney to Mimosa Rocks National Park
Day 9 Mimosa Rocks to South Gippsland
Day 10 South Gippsland to Geelong via Phillip Islands











Mogo, kampung seni yang tersembunyi di NSW
By Novy Sunarto

Setelah melewati Batemans Bay, kami memasuki sebuah kota kecil bernama Mogo. "Mas pelan-pelan nyetirnya, ada toko cantik tuh, kayaknya jualan kerajinan tangan deh". "Eh sebelah sana ada toko buku dan scrap book, toko seberangnya jual baju rajutan". "Daddy, there is a fudge and ice cream shop" teriak Caca. Wuih rame banget ya komentar-komentar yang muncul. Mobilpun diarahkan ke tempat bertanda parkir di ujung jalan. Terus terang saya lebih ke arah penasaran, tempat apa sih ini jauh dari mana mana kok ada deretan toko kuno yang cantik, berkesan artistik banget dan ramai pengunjung. Istilah bahasa Jawanya "regeng". Chika & Caca langsung menuju toko fudge and ice cream, mereka penasaran dengan rasa homemade fudge yang tersaji di etalase. Chika memilih mint-chocolate swirl, Caca menjatuhkan pilihan pada caramel-chocolate swirl. Yummmm!

Sementara saya sibuk memanjakan mata, Mas Agus berkesempatan ngobrol dengan pemilik salah satu toko sembari merasakan the husband seat. Kreatif banget ya yang membuat tulisan di bangku itu. Aha... bangku ini memang disediakan untuk para suami yang kecapean kalau sang istri sibuk belanja atau sekedar memanjakan mata di toko-toko ini. Menurut cerita Dirk, sang pemilik toko. Konon, kota kecil ini berkembang pada masa perburuan emas di era 1850-an. Penggalian emas di Cabbage Tree Creek pada tahun 1857 membuat Mogo dibanjiri para penambang emas yang mencari keberuntungan mendapatkan nugget (bongkahan emas) di sini. Karena banyaknya pendatang, sarana akomodasipun bermunculan. Pada puncaknya, Mogo memiliki beberapa pub & bar tempat para pekerja makan & minum, gereja, toko dan juga sekolah. Tetapi era keemasan ini tidak bertahan lama. Setelah emas habis, Mogo pun ditinggalkan  dan kembali tertidur ... sepi.

Melihat potensi yang pernah ada di Mogo, seorang seniman ingin kembali membangunkan Mogo yang lama tertidur. Beliau mendirikan sebuah galeri seni serta mengundang teman-teman kreatifnya untuk menyumbangkan ide segar menjadikan Mogo menjadi kampung seni. Maka sekitar tahun 1990-an Mogopun menjadi tujuan wisatawan dan para pencari barang-barang seni dan kerajinan, baik jadul maupun kontemporer. Mungkin seperti desa ubud di Bali yang menjadi pusat seni dan kerajinan. Hingga kini Mogo tetap ramai, menjadi persinggahan orang-orang penikmat seni. Hem ... saya ingin kembali ke sini suatu saat nanti.

Thursday, April 4, 2013

Sunrise Poem

The golden sun is rising
As I walk along the beach
The soft white clouds are floating
In a place that I can't reach

I walk along the promenade
Enjoying this wondrous sight
Seagulls soar as the darkness fade
And I cry out in delight

The sky is ablaze in golden fire
Rosy pink then to blue
Sea horses galloping at their heart's desire
And I walk back in the morning dew

By Chika & Caca Sunarto

Tuesday, August 31, 2010

Ketika saatnya kami harus pulang


Farewell at Gull Bus Station
Aku tidak tahu persis apa yang sedang berkecamuk di benak dua gadis kecilku. Tetapi hatiku sedikit tercekat ketika mendengar cerita Sharynn, guru kelas Chika. Beliau berkata Chika berkaca-kaca ketika dia menceritakan bahwa kami akan pulang ke Indonesia akhir Agustus tahun ini. Oo!

Selama ini Mas Agus dan aku selalu mempersiapkan Chika dan Caca, bahwa ke manapun kami pergi dan di manapun kami tinggal, itulah yang terbaik bagi kami, itulah rencana terindah dari Alloh bagi kami. Kami terkadang lupa kami berdua berbicara dengan dua gadis kecil yang belum genap 8 dan 10 tahun.  Mereka mengerti bahwa mereka harus selalu bersyukur dan menikmati setiap momen yang mereka lalui,  tetapi inilah pertama kali mereka merasakan arti sebuah perpisahan dengan teman-teman di sekolah, dengan suasana ramai  ruang ganti di kelas ballet ataupun kelas berenang, dengan musim yang selalu berganti setiap tiga bulan ...  Hari ini aku seperti diingatkan, bahwa kami mempunyai tugas yang lebih penting saat ini selain tugas berkemas .

Empat tahun bukanlah waktu yang singkat untuk menjadikan Geelong kota kedua bagi Chika dan Caca.  Kami merasakan keramahan kota ini. Sapaan para lansia di pagi hari ketika kami berangakat ke sekolah. Ketukan hangat di pintu rumah di malam hari untuk sekotak coklat dari tetangga depan rumah. Suara pemotong rumput tetangga sebelah yang merapikan jalur hijau di depan rumah. Lambaian tangan ramah beserta tawaran sebuah sepeda untuk Caca. Kami sudah merasa memiliki kota ini ketika dengan mudahnya mencari setangkai mawar untuk kekasih tercinta di hari istimewa dan ketika ikut bernyanyi “We are Geelong the greatest team of all...”
But, there is a season for whatever is under the sky. Likewise, when we have to migrate from one city to another, from one country to another, we must be brave to leave the embrace of the establishment and comfort that is always temporary...

Tetapi, apapun di bawah langit pasti ada masanya. Demikian juga ketika kami harus berhijrah dari satu kota ke kota lain, dari satu negeri ke negeri lain, kami harus berani meninggalkan pelukan kemapanan dan kenyamanan yang selalu sementara... 

Sunday, December 6, 2009

The Magical Hammock

One sunny day a girl named Caca got a surprise in her backyard. She lived with her Mum, Dad and her big sister named, Chika. They all lived in a nice and peaceful street. The surprise that Caca got was that a new hammock was hanging between two trees. The hammock was full of different types of colours. Caca had a try on it. It was very comfy. She was about to call someone to help her swing the hammock, when suddenly the hammock swang all by itself! Caca was very surprised. She thought that the hammock was magical. It was like the hammock knew what she was thinking. For the whole day Caca stayed in the hammock most of the time. The next day Caca went on the hammock again after breakfast. You see, every time somebody lies down on the hammock something magical happens. Each day something different happens. But the hammock only did magical things to people that was nice. But Caca didn’t know that. This time, when Caca lay down on the hammock, she was somewhere else. She wasn’t outside in her backyard. She was on the MOON! Caca was a bit scared. Caca sat down on the hammock. ”I wish I could go home,” thought Caca. Then, with one soft sway they were home. Caca was relieved. When the next adventure with the hammock came, Caca wished it were nothing to do with the moon. Caca had a great time playing with hammock. When Caca was eating her dinner, she just knew that the hammock was magical. Tomorrow, Caca knew she would have a new lot of adventures with her special friend, The Magical Hammock!

(by: Kansha Sunarto)