Tuesday, August 31, 2010

Ketika saatnya kami harus pulang


Farewell at Gull Bus Station
Aku tidak tahu persis apa yang sedang berkecamuk di benak dua gadis kecilku. Tetapi hatiku sedikit tercekat ketika mendengar cerita Sharynn, guru kelas Chika. Beliau berkata Chika berkaca-kaca ketika dia menceritakan bahwa kami akan pulang ke Indonesia akhir Agustus tahun ini. Oo!

Selama ini Mas Agus dan aku selalu mempersiapkan Chika dan Caca, bahwa ke manapun kami pergi dan di manapun kami tinggal, itulah yang terbaik bagi kami, itulah rencana terindah dari Alloh bagi kami. Kami terkadang lupa kami berdua berbicara dengan dua gadis kecil yang belum genap 8 dan 10 tahun.  Mereka mengerti bahwa mereka harus selalu bersyukur dan menikmati setiap momen yang mereka lalui,  tetapi inilah pertama kali mereka merasakan arti sebuah perpisahan dengan teman-teman di sekolah, dengan suasana ramai  ruang ganti di kelas ballet ataupun kelas berenang, dengan musim yang selalu berganti setiap tiga bulan ...  Hari ini aku seperti diingatkan, bahwa kami mempunyai tugas yang lebih penting saat ini selain tugas berkemas .

Empat tahun bukanlah waktu yang singkat untuk menjadikan Geelong kota kedua bagi Chika dan Caca.  Kami merasakan keramahan kota ini. Sapaan para lansia di pagi hari ketika kami berangakat ke sekolah. Ketukan hangat di pintu rumah di malam hari untuk sekotak coklat dari tetangga depan rumah. Suara pemotong rumput tetangga sebelah yang merapikan jalur hijau di depan rumah. Lambaian tangan ramah beserta tawaran sebuah sepeda untuk Caca. Kami sudah merasa memiliki kota ini ketika dengan mudahnya mencari setangkai mawar untuk kekasih tercinta di hari istimewa dan ketika ikut bernyanyi “We are Geelong the greatest team of all...”
But, there is a season for whatever is under the sky. Likewise, when we have to migrate from one city to another, from one country to another, we must be brave to leave the embrace of the establishment and comfort that is always temporary...

Tetapi, apapun di bawah langit pasti ada masanya. Demikian juga ketika kami harus berhijrah dari satu kota ke kota lain, dari satu negeri ke negeri lain, kami harus berani meninggalkan pelukan kemapanan dan kenyamanan yang selalu sementara...